Ribuan Hektare Sawit Merajalela di Tahura, Satgas PKH Diam?

Senin, 16 Juni 2025

3 Menit baca

 

KANBARU, RIAUSATU.COM — Taman Hutan Rakyat Sultan Syarif Hasyim, atau dikenal sebagai Tahura SSH, kini tak lagi rimbun.

Kawasan konservasi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Kampar, Siak, dan Kota Pekanbaru di Provinsi Riau itu, perlahan kehilangan identitasnya sebagai paru-paru hijau Riau. 

Hamparan pohon endemik berganti dengan barisan kelapa sawit. Yang menyedihkan: kerusakan ini terjadi nyaris tanpa perlawanan.

Citra satelit yang dianalisis Riau Satu menunjukkan perubahan drastis tutupan lahan selama sepuluh tahun terakhir. 

Dari total 6.172 hektare yang ditetapkan sebagai Tahura, hanya sekitar 1.790 hektare yang masih menyisakan vegetasi hutan.

Artinya, 71 persen kawasan telah beralih fungsi—sebagian besar menjadi perkebunan kelapa sawit: 4.382 hektare! 

Diduga kuat, sebagian dari kebun itu dikelola oleh jaringan korporasi besar.

“Kalau ini bukan pembiaran, apa namanya? Kawasan yang secara hukum dilindungi negara sekarang jadi kebun sawit terang-terangan,” kata Muhammad Iqbal, Direktur Eksekutif Riau Gemilang Institut, kepada Riau Satu, Ahad, 15 Juni 2025.

Iqbal menyayangkan lambannya respons negara, terutama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). 

Padahal, jarak Tahura SSH ke pusat pemerintahan Provinsi Riau di Pekanbaru hanya sekitar 12 kilometer.

“Satgas PKH bisa menyisir kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang letaknya ratusan kilometer. Tapi ke Tahura yang tinggal sepelemparan batu malah tak tersentuh,” ujarnya.

Investigasi media siber ini menemukan sejumlah petunjuk keterlibatan pihak berkekuatan modal dalam ekspansi kebun sawit di kawasan konservasi ini. 

Dokumen kelompok tani yang terdaftar dalam program kemitraan pengelolaan kawasan Tahura menunjukkan keterkaitan dengan beberapa entitas usaha yang memiliki rekam jejak di sektor perkebunan. 

“Ada koperasi dan kelompok yang terdaftar sebagai petani, tapi struktur dan manajemennya dikuasai pihak perusahaan,” kata seorang sumber dari internal Dinas Kehutanan Riau yang menolak namanya disebut. 

“Mereka main rapi. Di atas kertas rakyat, di lapangan korporasi.”

Selain indikasi keterlibatan korporasi, Riau Satu juga mendapati bukti dugaan pembiaran oleh otoritas.

Setidaknya sejak 2017, laporan kerusakan Tahura sudah masuk ke meja Gubernur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Kepolisian Daerah, dan Kejaksaan Tinggi.

Namun hingga kini belum ada langkah konkret yang menindak tegas para perambah.

“Tidak mungkin kebun seluas ribuan hektare bisa tumbuh tanpa diketahui aparat,” kata seorang aktivis lingkungan yang ikut memetakan kerusakan kawasan. 

 Ia menambahkan bahwa beberapa akses jalan ke dalam Tahura dibangun dengan material standar industri dan tampak digunakan secara rutin untuk angkut hasil panen sawit.

Kondisi Tahura kini bisa dipantau dengan mudah lewat Google Map. 

Dari udara, petak-petak kebun sawit masuk menancap hingga ke zona inti kawasan konservasi.

Pola tanamnya rapi, mengindikasikan skema industri, bukan kebun rakyat.

Iqbal menilai, ini saatnya Satgas PKH membuktikan komitmen.

“Satgas PKH jangan pilih-pilih kawasan hutan. Kalau Tesso Nilo bisa ditindak, Tahura pun harusnya lebih mudah,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan menyeluruh agar tak ada lagi persepsi bahwa penertiban hanya dilakukan pada kawasan yang jauh dari pusat kekuasaan.

Hingga berita ini diterbitkan, belum diperoleh informasi kapan Satgas PKH Riau turun ke Tahura.

Di tengah kelesuan upaya penegakan hukum, Tahura terus menyusut.

Hutan konservasi yang dulu menjadi tempat studi, konservasi satwa, dan pendidikan lingkungan kini menjelma menjadi ladang sawit.

Di atas tanah negara, kepentingan bisnis tampak lebih berkuasa. Dan negara, sejauh ini, memilih diam. *** 

Link Artikel : https://www.riausatu.com/hukum/42915352498/ribuan-hektare-sawit-merajalela-di-tahura-satgas-pkh-diam 

Topik:

Css Bootstrap

Bagikan: